PANGGAMPA: Semangat Kesatria Dou Mbojo Dompu

Oleh: Suhardin,S.Pd.,M.M. (Kepala SMPN 10 Kota Bima)
Masyarakat Bima, yang dikenal sebagai Dou Mbojo Dompu, di Nusa Tenggara Barat, memiliki kekayaan kearifan lokal yang membentuk karakter dan falsafah hidup. Di antara mutiara kearifan tersebut, terdapat tiga konsep yang saling menguatkan: Panggampa (tahan uji), Jibaku (semangat kesatria tak takut mati), dan Nggahi Rawi Pahu (perkataan adalah perbuatan yang wajib direalisasikan). Tiga pilar ini, yang diibaratkan setegak Bunga Tambulate, membentuk jiwa kesatria sejati Dou Mbojo Dompu dalam menghadapi kerasnya kehidupan.
Panggampa: Ketahanan di Bawah Ujian
Panggampa dapat diartikan sebagai sikap tahan uji, tangguh, dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi cobaan hidup. Ini adalah fondasi mental yang membuat seseorang tidak mati sebelum berkembang. Bagi Dou Mbojo Dompu, menjadi Panggampa berarti memiliki daya juang yang kuat, tidak mengeluh, dan memandang setiap kesulitan sebagai kesempatan untuk membuktikan kualitas diri.
Sikap Panggampa sejalan dengan falsafah umum Bima lainnya, seperti “Kalembo Ade, Kapoda Ade” yang mencerminkan kesabaran dan keteguhan hati. Ia adalah mentalitas baja yang memastikan bahwa niat baik dan cita-cita tidak akan kandas di tengah jalan, melainkan terus diupayakan hingga tuntas.
Tambula dan Jibaku: Keberanian Abadi
Inspirasi keteguhan ini tersemat indah dalam Bunga Tambulate. Dalam sastra dan lagu Bima, Tambulate digambarkan sebagai bunga yang tumbuh berdiri tegak sendiri (woko mpende mpa kese) di gunung, bahkan ketika diguyur hujan atau diterpa badai (Kone coco ba ura Kone pepa ba bara).
Bunga Tambula menjadi simbol:
  1. Keanggunan dalam kesendirian: Mampu berdiri tegak dengan prinsip, meskipun berbeda atau terpisah dari yang lain.
  2. Ketahanan sejati: Tidak goyah oleh gempuran lingkungan atau cobaan berat.
  3. Keberanian tak terpecahkan: Sikap ini kemudian terwujud dalam semangat Jibaku—semangat kesatria yang tak takut mati demi membela harga diri, kehormatan, dan kebenaran.
Jibaku bukanlah tindakan gegabah, melainkan puncak keberanian moral yang didasari oleh integritas yang tinggi. Ia lahir dari perpaduan Panggampa (tahan uji atau tangguh) dan falsafah “Maja Labo Dahu” (Malu dan Takut). Dou Mbojo Dompu malu (maja) jika mundur dari janji atau berbuat hina, dan takut (dahu) kepada Tuhan jika melanggar nilai-nilai kebenaran. Rasa malu dan takut inilah yang mendorong seorang kesatria Dou Mbojo Dompu untuk berbuat tulus, berkorban, dan berani mati (Jibaku) demi menegakkan hal yang benar.
Nggahi Rawi Pahu: Tiga Tahap Realisasi Diri
Inti dari semua semangat Panggampa dan Jibaku adalah menyediakan janji, yang dirangkum dalam prinsip agung Nggahi Rawi Pahu:
  1. Nggahi (Berbicara/Berjanji): Mengikrarkan suatu tujuan, komitmen, atau sumpah.
  2. Rawi (Berbuat/Bertindak): Melakukan aksi nyata, kerja keras, dan upaya untuk mewujudkan ikrar tersebut.
  3. Pahu (Menghasilkan/Membuktikan): dibuatkan hasil akhir yang nyata, sesuai dengan yang telah diucapkan di awal.
Falsafah ini menegaskan bahwa seorang Dou Mbojo Dompu tidak boleh hanya pandai beretorika (Nggahi Wari Pahu - berkata tanpa bukti). Kualitas seseorang diukur dari sinkronisasi antara kata, perbuatan, dan hasil.
Sikap Panggampa memastikan bahwa proses Rawi (perbuatan) akan dilakukan secara konsisten dan gigih. Sementara semangat Jibaku memastikan bahwa Dou Mbojo Dompu akan menjalankan Rawi tersebut dengan totalitas dan keberanian, tanpa gentar menghadapi risiko apapun, sampai pada terwujudnya Pahu (hasil).
Secara keseluruhan, filosofi kesatria Dou Mbojo Dompu adalah sebuah siklus integritas: Berjanji (Nggahi) dengan hati yang Tangguh (Panggampa) seperti Bunga Tambulate, lalu Bertindak (Rawi) dengan semangat Berani Mati (Jibaku), hingga akhirnya Terwujudlah (Pahu) bukti nyata dari ikrar tersebut. Inilah landasan moral yang menjaga harkat dan martabat Dou Mbojo Dompu di mana pun mereka berada.
Anda mungkin ingin mendengarkan lagunya untuk merasakan lebih dalam tentang keindahan Bunga Tambulate dalam budaya Bima Dompu.
Lagu Bima - Tambulate dan Lopi Penge (Album Kapenta Wadu) - Cover by Aan Bima adalah dua lagu daerah Bima Dompu yang terinspirasi dari Bunga Tambulate dan ketangguhan serta keberanian Dou Mbojo Dompu dalam mengarungi samudera hanya dengan biduk kecil (Lopi Penge) yang telah hancur diterjang ombak dan badai hingga hancur berkeping-keping.